INTERNASIONAL – Presiden RI, Prabowo Subianto, tampil dengan pidato bernada keras dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/09/2025).
Di hadapan para pemimpin dunia, Prabowo mengecam keras praktik penjajahan dan pelanggaran hukum internasional yang masih terus terjadi di era modern.
Ia menegaskan bahwa Indonesia memahami betul luka mendalam akibat kolonialisme, penindasan, dan perbudakan.
“Selama berabad-abad, bangsa saya hidup di bawah kekuasaan kolonial, diperlakukan lebih hina dari anjing di tanah air sendiri. Kami tahu betul arti kehilangan keadilan, hidup dalam apartheid, kemiskinan, dan penolakan terhadap kesetaraan,” ujarnya lantang.
Prabowo menyinggung bahwa di tengah kemajuan teknologi yang seharusnya mampu mengatasi kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan, dunia masih menyaksikan perang, rasisme, hingga genosida.
Ia menyoroti secara khusus penderitaan rakyat Palestina yang hingga kini belum memperoleh keadilan dan legitimasi.
“Setiap hari kita menyaksikan penyiksaan, penghinaan terhadap hukum internasional, dan pelanggaran hak asasi manusia. Dunia tidak boleh diam ketika bangsa Palestina dirampas hak-haknya,” tegas Prabowo.
Meski demikian, Prabowo juga menekankan pentingnya solidaritas internasional.
Ia mengingatkan bahwa dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan dan kemiskinan,
PBB hadir memberikan dukungan dan legitimasi yang penting bagi bangsa Indonesia.
“Atas dasar solidaritas kemanusiaan, keputusan-keputusan di forum ini telah memberi Indonesia kesempatan untuk merdeka dan membangun martabat. Karena itu, hari ini Indonesia berdiri tegak di ambang kemakmuran dan kesetaraan yang lebih besar,” jelasnya.
Prabowo juga mengutip Thucydides, sejarawan Yunani kuno, bahwa “yang kuat berbuat semaunya sementara yang lemah menanggung akibatnya”.
Menurutnya, doktrin itu tidak boleh lagi dibiarkan berlaku di dunia modern.
Dalam sidang umum ini, Prabowo menjadi kepala negara ketiga yang berpidato, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sidang sendiri dibuka oleh Sekjen PBB António Guterres dan Presiden Sidang Umum Annalena Baerbock dengan tema “Better Together: 80 Years and More for Peace, Development, and Human Rights”.