PALOPO – Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palopo, Sulawesi Selatan, diliputi suasana tegang dan emosional pada Senin (15/12/2025).
Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan vonis maksimal berupa hukuman mati terhadap Ahmad Yani alias Amma (35), terdakwa tunggal dalam kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Feni Ere, seorang karyawati showroom mobil di Palopo.
Putusan ini lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman penjara seumur hidup.
Ketua Majelis Hakim, Agung Budi Setiawan, didampingi Hakim Anggota Helka Rerung dan Suharman, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan kualifikasi tindakan yang sangat keji.
“Menyatakan terdakwa Ahmad Yani alias Amma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati,” tegas Agung Budi Setiawan saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyoroti sejumlah fakta persidangan yang memberatkan terdakwa.
Hakim Anggota Helka Rerung menguraikan bahwa tindakan terdakwa sangat sadis dan di luar batas kemanusiaan. Sebelum menghabisi nyawa korban, terdakwa terlebih dahulu melakukan pemerkosaan.
Selain itu, sikap terdakwa pasca-kejadian dinilai tidak menunjukkan penyesalan.
Terdakwa sempat berpura-pura ikut mencari korban di rumah orang tuanya dua hari setelah pembunuhan, sebelum akhirnya melarikan diri ke daerah Bone-bone, Kabupaten Luwu Utara. Hakim menegaskan tidak ditemukan satu pun hal yang meringankan dalam diri terdakwa.
“Perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan mendalam bagi keluarga korban. Tidak ada perdamaian, dan terdakwa berbelit-belit,” tambah Hakim.
Sesaat setelah palu diketuk, tangis histeris keluarga korban pecah di ruang sidang.
Teriakan kepuasan terdengar menggema dari kerabat Feni Ere yang telah menanti keadilan selama hampir dua tahun sejak korban dilaporkan hilang pada Januari 2024.
“Saya puas hukumannya!” teriak salah satu keluarga korban. Kericuhan kecil sempat terjadi ketika beberapa anggota keluarga yang emosi berusaha mendekati terdakwa, namun situasi berhasil dikendalikan oleh aparat keamanan yang bersiaga ketat.
Kuasa hukum keluarga korban, Abner Buntang, mengapresiasi putusan tersebut.
“Putusan ini telah memenuhi rasa keadilan bagi keluarga yang kehilangan anak tercinta dengan cara yang sangat tragis,” ujarnya.
Kasus ini bermula dari hilangnya Feni Ere pada 25 Januari 2024.
Misteri keberadaannya baru terungkap setahun kemudian, tepatnya pada Februari 2025, ketika warga menemukan kerangka manusia di jurang Kilometer 35 Battang Barat, perbatasan Palopo-Toraja, dengan kondisi mulut terikat kain.
Berdasarkan fakta persidangan, motif pembunuhan dilatarbelakangi oleh asmara sepihak.
Terdakwa yang pernah bekerja sebagai tukang di rumah korban menaruh hati kepada Feni.
Pada malam kejadian, terdakwa yang dalam pengaruh minuman keras berniat membawa lari korban.
Karena korban melawan dan berteriak, terdakwa panik lalu memperkosa dan membunuh korban dengan membenturkan kepalanya ke dinding.
Jasad korban kemudian dibuang menggunakan mobil Honda Brio milik korban, yang belakangan ditemukan terparkir di sebuah perumahan kosong di Makassar.
Terdakwa sempat menyembunyikan barang-barang pribadi korban, termasuk koper, di rumahnya sendiri di Palopo sebelum akhirnya tertangkap.
Atas vonis mati ini, Majelis Hakim memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menentukan sikap, apakah menerima putusan atau mengajukan banding.
















