DAERAH – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan larangan keras terhadap segala bentuk hukuman fisik di lingkungan sekolah.
Ia menekankan, penegakan disiplin harus dilakukan melalui pendekatan pembelajaran yang mendidik, bukan dengan kekerasan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat yang diterbitkan setelah insiden perselisihan antara seorang guru dan orang tua siswa di Kabupaten Subang.
Guru tersebut menampar muridnya sebagai bentuk hukuman, hingga menimbulkan keberatan dari pihak keluarga dan sorotan publik.
“Guru tidak boleh lagi memberikan hukuman fisik dalam bentuk apa pun. Jika siswa melakukan kesalahan, berikan sanksi yang mendidik seperti membersihkan halaman, mengecat tembok, atau membantu menjaga kebersihan sekolah. Bukan dengan kekerasan,” ujar Dedi Mulyadi, Hari Jumat (7/11/2025), seperti dikutip dari Liputan6.
Menurutnya, pendidikan seharusnya menjadi sarana membangun karakter, tanggung jawab, dan empati, bukan rasa takut.
“Anak-anak perlu belajar dari kesalahan mereka, bukan menjadi trauma karena hukuman fisik,” tambahnya.
menjelaskan bahwa surat edaran itu telah dikirimkan ke seluruh satuan pendidikan di provinsi ini, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, hingga madrasah di bawah naungan Kementerian Agama.
“Penyelesaian masalah anak-anak harus bersifat edukatif. Kalau pun ada hukuman, harus membangun, bukan menyakiti. Tujuannya mendidik tanpa menciptakan masalah baru,” tegas Herman.
Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini juga bertujuan mengubah paradigma lama di dunia pendidikan.
Pendekatan disiplin yang keras dianggap tidak lagi sesuai dengan karakter generasi muda masa kini, yang hidup di tengah perkembangan teknologi dan media sosial.
“Anak-anak zaman sekarang sangat dinamis. Jika kita salah mendidik, pengaruh media sosial bisa lebih kuat daripada pesan guru atau orang tua. Karena itu, pendekatan yang humanis dan pedagogik menjadi kunci,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap kebijakan ini dapat memperkuat komitmen semua pihak, mulai dari sekolah, orang tua, hingga masyarakat, untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan berkarakter.
“Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Kita ingin anak-anak tumbuh dengan bimbingan dan kasih sayang, bukan dengan tekanan atau rasa takut,” tutur Herman.
Kebijakan tersebut mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, terutama pemerhati pendidikan yang menilai langkah ini penting dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan emosional.















