PALOPO – Polemik pengelolaan kawasan hulu Gunung Andoli kembali mencuat setelah banjir besar menerjang wilayah perkotaan beberapa waktu lalu.
Dugaan aktivitas pengelolaan hutan tanpa izin menjadi sorotan publik, terutama setelah ditemukan kondisi hulu yang mengalami kerusakan serius.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Lamasi dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulsel diminta mengambil langkah tegas.
Operator UPT KPH Lamasi, Anil Taufiq, menjelaskan bahwa Gunung Andoli secara administrasi berada di tiga wilayah, yakni Kelurahan Lebang, Kecamatan Wara Barat, kawasan Salobulo di Kelurahan Pa’te, Kecamatan Wara Utara, serta Kelurahan Balandai, Kecamatan Bara.
Berdasarkan peta resmi Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), area tersebut masuk kategori Areal Penggunaan Lain (APL).
“Masyarakat boleh mengelola APL, tetapi tidak dapat memiliki secara penuh dan tetap harus mengikuti ketentuan ruang yang berlaku. Penetapan kawasan itu domain BPKH, kami hanya mengacu pada peta resmi,” jelas Anil.
Ia menambahkan, Gunung Andoli masuk dalam RTRW Kota Palopo, sehingga setiap bentuk pembangunan atau pemanfaatan ruang wajib mengantongi izin dan mengikuti aturan tata ruang daerah.
Secara ekologis, kawasan ini juga berada satu hamparan dengan Gunung Kajuangin dan Battang, sehingga memiliki peran penting menjaga stabilitas lingkungan kota.
Diduga pengelolaan di hulu Gunung Andoli sudah berlangsung lama.
Bahkan isu yang beredar menyebutkan telah berdiri sejumlah rumah yang menyerupai villa diatas gunung tersebut, namun tidak jelas apakah dikelola dengan izin resmi atau tidak.
Anil Taufiq menegaskan bahwa pengelolaan hutan tanpa izin berbahaya karena tidak ada batasan teknis, tidak ada aturan pemanfaatan, dan tidak ada pengawasan resmi.
Aktivitas semacam itu berpotensi merusak kawasan hulu dan memperparah risiko banjir.
Jika ada izin resmi, setiap aktivitas pengelolaan harus mengikuti standar, termasuk kewajiban perlindungan lingkungan.
Namun berdasarkan informasi sementara, ia mengaku tidak mengetahui adanya permohonan izin atau pemberitahuan kepada DLHK Provinsi.
“Setahu saya, tidak pernah ada surat permohonan yang masuk,” katanya.
Temuan lapangan sejumlah pihak yang diupload dalam bentuk video ke media sosial semakin memperkuat dugaan adanya aktivitas ilegal.
Saat banjir besar yang viral beberapa waktu lalu, tim menemukan kawasan hulu Gunung Andoli dalam kondisi gundul, mempercepat aliran air ke pusat kota.
“Waktu dicek setelah banjir itu, memang hulunya gundul,” ungkap pejabat KPH tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya telah ada pertemuan antara pengelola lahan dan Pemerintah Kota Palopo, namun tidak melibatkan DLHK Provinsi, padahal instansi tersebut memiliki kewenangan pemberian izin dan pengawasan kehutanan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait koordinasi antarlembaga.
Wawancara tersebut menegaskan bahwa penanganan kerusakan hutan, terutama yang berdampak langsung terhadap keselamatan warga tidak bisa dibiarkan menggantung.
Transparansi, koordinasi antarlembaga, dan penegakan aturan harus menjadi prioritas.
Publik kini menanti langkah konkret dari KPH Lamasi, DLHK Provinsi Sulsel, serta Pemerintah Kota Palopo untuk menelusuri pihak yang mengelola kawasan hulu tanpa izin, termasuk menghentikan aktivitas jika melanggar

















