RAGAM – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, melontarkan pandangan menarik mengenai korelasi antara fungsi kontrol media massa dan stabilitas ekonomi negara.
Ia menilai, sikap pers yang kurang vokal dalam mengkritisi kebijakan pemerintah di masa lalu turut berkontribusi pada perlambatan ekonomi yang dampaknya kini dirasakan, termasuk oleh industri media itu sendiri.
Pernyataan tersebut disampaikan Purbaya usai berdiskusi dengan sejumlah pemimpin redaksi dalam acara “Run for Good Journalism” yang digelar di Unika Atma Jaya, Jakarta, pada Minggu (16/11/2025).
Dalam kesempatan itu, Purbaya merespons keluhan para pelaku industri media mengenai bisnis jurnalisme yang sedang mengalami tren penurunan atau lesu.
Alih-alih memberikan solusi teknis bisnis, Purbaya justru menyoroti hilangnya taring media dalam beberapa tahun terakhir.
“Tadi saya sempat diskusi dengan pemred-pemrednya. Mereka mengeluh, katanya bisnis jurnalisme media lagi turun. Saya bilang, ya itu karena Anda kemarin-kemarin tidak protes cukup banyak, sehingga ekonomi jatuh, Anda diam saja,” ujar Purbaya, seperti dikutip dari Okezone.
Menurut Menkeu, peran media sebagai pilar keempat demokrasi sangat krusial dalam menjaga arah kebijakan ekonomi agar tetap on track.
Ketika media memilih untuk “mingkem” atau diam dan tidak memberikan kritik konstruktif, pemerintah kehilangan penyeimbang, yang berpotensi melahirkan kebijakan yang kurang tepat sasaran dan berujung pada pelemahan ekonomi.
Ia bahkan menggunakan diksi yang cukup kuat untuk menggambarkan tanggung jawab moral jurnalis terhadap kondisi bangsa.
“Jadi, ekonomi melambat, jurnalis juga berdosa,” tegasnya.
Purbaya juga mengamati bahwa dalam beberapa tahun terakhir, jurnalis cenderung kehilangan daya kritisnya.
“Saya lihat beberapa tahun ini jurnalisnya mingkem semuanya. Kurang galak, tidak pernah kasih kritik,” tambahnya.
Oleh karena itu, Purbaya mendorong agar ke depannya media massa kembali lantang bersuara.
Kritik dan masukan yang objektif sangat dibutuhkan pemerintah agar kesalahan pengelolaan ekonomi tidak terulang kembali.
“Ke depan mesti kritik, kasih masukan biar kita tidak jatuh lagi ekonominya,” imbau Purbaya.
Di tengah dorongannya agar media lebih kritis, Purbaya tetap menyiratkan optimisme terhadap kinerja ekonomi nasional di bawah pengawasannya.
Ia memproyeksikan adanya lonjakan pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun 2025.
“Saya kira-kira di triwulan ke IV, ekonomi bisa tumbuh di atas 5,5 persen, mungkin 5,6 persen atau 5,7 persen. Yang penting, tadinya akan turun ke bawah, kita sudah mulai balik ke sana, ke arah yang lebih cepat lagi,” jelasnya.
Sorotan Menkeu ini sejalan dengan data yang menunjukkan penurunan kualitas kebebasan pers di Indonesia.
Data Dewan Pers mencatat Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2024 merosot ke angka 69,36, turun 2 poin dari tahun sebelumnya dan menjadi yang terendah sejak 2019.
Tren penurunan ini juga terekam dalam laporan Reporters Without Borders tahun 2025, yang menempatkan Indonesia di peringkat 127 dari 180 negara dengan skor 44,13.
Posisi ini mengindikasikan bahwa pers di Indonesia berada dalam situasi yang cukup sulit, sebuah kondisi yang menurut Menkeu Purbaya, harus segera diubah demi kesehatan demokrasi dan ekonomi bangsa.

















