DaerahEkobis

Harga Kakao Gairahkan Ekonomi Petani

70
×

Harga Kakao Gairahkan Ekonomi Petani

Sebarkan artikel ini
Foto : Pedagang Kakao di Pasar Bua, Kabupaten Luwu.(Chaeruddin)
Example 468x60

SINDOSULSEL.COM, Luwu – Harga biji kakao (cokelat.red) di tingkat petani terus mengalami dinamika yang menggairahkan perekonomian petani cokelat.

Menurut data terbaru, harga kakao di Indonesia saat ini berada di kisaran Rp 49.560 hingga Rp 109.290 per kilogram tergantung kualitas dan lokasi.

Seorang pedagang kakao di Pasar Bua, Luwu, Andi Nonang, mengungkapkan bahwa ia membeli kakao kering dari petani dengan harga Rp 130.000 hingga Rp 140.000 per kilogram, tergantung kualitas dan kadar airnya.

“Saya tidak membeli kakao basah untuk menghindari risiko mendapatkan kakao hasil curian,” ujar Andi yang telah berdagang kakao sejak 2006.

Andi Nonang bercerita, ia menjadi pengusaha dan membeli biji kakao sejak tahun 2006. Diawal dia menjadi pengusaha jual beli kakao, dia bisa memperoleh 5 hingga 10 ton biji kakao per bulan.

“Sekarang tanaman kakao sudah banyak yang mati. Perkebunan Kakao juga sudah banyak alih fungsi sehingga produksi khususnya di Bua sudah sangat menurun,” ujarnya.

“Diawal saya menjadi pembeli Kakao, sebulan saya bisa dapat 5 hingga 10 ton per bulan. Sekarang, 1 ton saja sangat sulit. Khusus di Pasar Bua, sekali pasar saya hanya bisa memperoleh 10 kilogram biji kakao,” katanya.

Andi Nonang sangat menyayangkan petani kakao banyak yang beralih pekerjaan. Padahal, menurut dia harga pasar kakao cukup baik, apa lagi akhir-akhir ini pernah menembus harga Rp 180.000 per kilogram.

“Yang masih punya kebun kakao, mereka datang ke saya menjual 1 kilogram hingga 5 kilogram. Dari penjualan tersebut langsung mereka belanjakan di pasar. Artinya, dua kilogram saja seharga Rp 240.000 sudah bisa untuk belanja kebutuhan dapur,” lanjutnya.

H Muliadi, pengusaha kakao di Kabupaten Luwu, menjelaskan bahwa harga kakao sangat dipengaruhi oleh pasar internasional, terutama yang berpusat di London dan Amerika Serikat.

Baca juga:  Pemprov Sulsel Dukung Penuh Pengembangan Investasi PT Vale

“Harga kakao bisa naik turun setiap hari. Hari ini, Sabtu, harga turun menjadi Rp 160.000 per kilogram. Ini sangat dipengaruhi oleh nilai tukar dolar,” katanya.

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa harga referensi biji kakao pada Februari 2025 ditetapkan sebesar US$ 11.102,84 per metrik ton, mengalami kenaikan 5,24 persen dibanding bulan sebelumnya. Hal ini dipicu oleh meningkatnya permintaan global yang tidak diimbangi dengan produksi.

“Para supplier dan pedagang besar mempertimbangkan beberapa faktor dalam menentukan harga pembelian dari petani, antara lain, kadar air. Standar nasional untuk kadar air adalah 7-8 persen, sementara di lapangan masih ditemukan kadar 10 persen,” lanjut mantan Anggota DPRD Luwu ini.

Faktor lain yang mempengaruhi harga pembelian biji kakao oleh pedagang yakni, kotoran. Standar mutu internasional mengizinkan maksimal 2,5-3 persen kotoran dalam satu karung biji kakao.

Kemudian, jamur. Pemeriksaan ketat dilakukan untuk memastikan kakao bebas dari jamur yang dapat menurunkan kualitas dan harga jual. “Peningkatan standar ini menjadi tantangan bagi petani Luwu, yang diharapkan bisa lebih memperhatikan mutu agar mampu bersaing di pasar global,” katanya.

H Muliadi berharap adanya dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan perkebunan kakao khususnya di Kabupaten Luwu.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah meluncurkan program peningkatan daya saing kakao Indonesia, salah satunya melalui Program Transforming the Cocoa Sector in Indonesia (TRACTIONS).

Program ini berupaya memperbaiki rantai pasok dan menjembatani koperasi petani kakao dengan industri cokelat premium. Muliadi menekankan bahwa kakao memiliki prospek masa depan yang cerah.

“Kakao atau cokelat adalah komoditas yang terus dibutuhkan dunia. Hampir semua orang mengonsumsinya. Jangan ragu untuk menanam dan meningkatkan kualitas produksi,” ujarnya.

Petani di Luwu diingatkan bahwa panen kakao terjadi dua kali setahun, dengan panen raya di bulan Mei dan panen sela pada Oktober. Namun, saat ini produksi kakao di Luwu masih tergolong rendah.

Baca juga:  Penjabat Bupati Kolaka Utara Buka Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis 2025 di Tolala

Dengan harga yang terus berfluktuasi dan permintaan yang tinggi, para petani dan pedagang diharapkan terus meningkatkan kualitas agar kakao Indonesia tetap kompetitif di pasar global.

Example 300x600
Example 120x600
Example 300x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *